“Banjir di Sumatera. Zulkifli Hasan Jadi ‘Tersangka’ Netizen! Kenapa Serangannya Menggila Pasca Bencana?

Krisis banjir dan longsor yang melanda sejumlah provinsi di Sumatera Aceh, Sumatera Utara, dan Sumatera Barat telah menimbulkan dampak dahsyat: korban jiwa berjatuhan, banyak rumah dan infrastruktur rusak, serta akses jalan dan komunikasi terputus.
Tapi di tengah upaya penanganan darurat, sorotan masyarakat kini beralih ke sebuah nama: Zulkifli Hasan yang saat ini menjabat sebagai Menko Pangan, dan di masa lalu pernah menjadi Menteri Kehutanan (2009–2014).

Sejumlah warganet ramai-ramai menuding kebijakan kehutanan di masa jabatannya terutama soal perizinan pembukaan lahan sebagai penyebab tidak langsung dari bencana ini.

Mengapa Nama “Zulhas” Disorot?

Kritik paling keras datang dari unggahan di media sosial, termasuk dari seorang pengguna Instagram bernama “Balqis Humaira”. Dalam postingannya yang kemudian viral ia menulis langsung ke “Zul”, menuding bahwa kebijakan izin lahan dan regulasi di masa lalu telah “menghancurkan hutan” dan membuat Sumatera rawan longsor serta banjir.

Menurut pengunggah, kawasan konservasi seperti Taman Nasional Tesso Nilo (di Riau) dulu masih luas. Namun izin sawit dan alih fungsi lahan membuat hutan perlahan hilang dan sekarang, ketika hujan ekstrem melanda, wilayah yang dulu terlindungi itu berubah jadi sumber bencana.

Salah satu fakta yang disebutkan para warganet: video lama dari tahun 2013, di mana Zulkifli Hasan diwawancarai oleh aktor Hollywood Harrison Ford, kembali viral. Dalam video tersebut, Harrison Ford menegur pemerintah Indonesia atas kerusakan hutan di kawasan Tesso Nilo dan warganet menafsirkan bahwa kritik tersebut kini terbukti relevan, di tengah bencana.

“Banjir yang merendam kampung lo, longsor yang mengubur rumah orang… itu dampak dari izin dan regulasi,” tulis akun tersebut.

Respons dari Zulkifli Hasan

Menanggapi gelombang kritik, Zulkifli Hasan akhirnya angkat bicara melalui sebuah podcast yang diunggah ke kanal YouTube. Dia menyebut tudingan itu berlebihan dan absurd seolah memberikan ilusi bahwa dia memiliki kekuasaan mutlak atas semua kebijakan kehutanan selama masa jabatannya.

“Kalau saya dikatakan penyebab hancurnya Indonesia… saya tersanjung. Begitu kuatkah saya?” ujarnya, mempertanyakan logika tuduhan tersebut.

Menurut dia, keputusan membuka lahan bukan hanya didiktekan seorang menteri, melainkan bagian dari kebijakan kolektif, sesuai kebutuhan nasional dan regulasi yang berlaku pada waktu itu.

Selain itu, Zulkifli juga menekankan bahwa potongan video lama yang viral mungkin telah dipotong secara selektif sehingga konteks aslinya hilang, dan publik kini melihat hanya bagian yang mendukung narasi tertentu.

Reaksi Publik Antara Empati dan Kecewa

Ribuan warganet di media sosial bereaksi: sebagian besar mengecam, menyalahkan kebijakan masa lalu yang dianggap telah merusak lingkungan dan memperparah dampak bencana. Banyak yang membagikan ulang potongan video tahun 2013, menuduh pemerintahan saat itu telah mengorbankan hutan demi kelangsungan investasi sawit.

Beberapa komentar pedas bahkan menyebut bahwa banjir dan longsor saat ini adalah “buktilah” bahwa kerusakan ekologis itu nyata bukan semata akibat cuaca ekstrem.

Namun tak sedikit pula yang melihat respons dengan skeptis: menilai bahwa menyalahkan satu individu atas bencana multi‑faktorial seperti banjir dan longsor terlalu sederhana. Selain faktor kebijakan kehutanan, ada aspek curah hujan ekstrem, cuaca, sistem infrastruktur, mitigasi bencana, dan faktor alam lain yang turut berperan.

Fakta: Bencana Kombinasi “Hujan Berat” & “Kerusakan Ekologis”

Menurut data terkini, bencana yang melanda Aceh, Sumatera Utara, dan Sumatera Barat dipicu oleh curah hujan ekstrem dan fenomena cuaca tak terduga.
Namun sejumlah pakar dan pemerhati lingkungan menilai bahwa kerusakan hutan, hilangnya fungsi konservasi, serta alih fungsi lahan di hulu sungai ikut meningkatkan kerentanan ekologis sehingga ketika hujan lebat terjadi, dampaknya menjadi jauh lebih parah.

Dengan kata lain: bencana ini bukan hanya soal hujan deras tapi juga soal bagaimana manusia telah mengubah lanskap alam, mengeksploitasi kawasan hutan tanpa memperhatikan kesinambungan ekologis.

Tuduhan, Klarifikasi, dan Panggilan untuk Evaluasi Kebijakan Lingkungan

Dalam suasana duka dan darurat seperti sekarang, warganet menemukan figur simbolik untuk melampiaskan kemarahan dan Zulkifli Hasan muncul sebagai satu nama yang paling disorot. Tuduhan bahwa kebijakan kehutanan masa lalu berkontribusi terhadap bencana ini memang keras. Tetapi seperti yang diutarakan Zulhas, menilai satu orang sebagai “biang kerok” bisa jadi terlalu menyederhanakan problem kompleks.

Di sisi lain, kemarahan publik dan kesadaran terhadap pentingnya tata kelola lingkungan menunjukkan bahwa banyak orang mulai memahami: kerusakan alam tidak dibayar dalam waktu dekat kadang nerakanya muncul belasan tahun kemudian.